Seiring dengan pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) oleh DPR, terdapat perubahan aturan mengenai penangkapan yang diatur dalam draf RKUHAP. Berikut adalah perbandingan antara aturan penangkapan dalam draf RKUHAP dengan KUHAP yang berlaku saat ini:
Draf RKUHAP
- Siapa yang Berwenang
- Penyidik, Penyidik Pembantu, dan PPNS di bawah perintah Penyidik Polri berwenang melakukan penangkapan. Penyidik di Kejaksaan, KPK, dan TNI AL dikecualikan.
- Bukti Minimal
- Penangkapan dilakukan berdasarkan minimal 2 alat bukti.
- Prosedur Penangkapan
-
Penyidik harus memperlihatkan surat tugas dan memberikan surat perintah penangkapan kepada tersangka, termasuk pemberitahuan kepada keluarga.
-
Penangkapan tanpa surat perintah dapat dilakukan dalam kasus tertangkap tangan.
- Masa Penangkapan
- Maksimal 1 hari, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang. Penangkapan lebih dari 1 hari dihitung sebagai masa penahanan.
- Pengecualian Penangkapan
- Tidak dapat dilakukan terhadap tersangka dengan ancaman denda Rp 10 juta (kategori II). Penangkapan dapat dilakukan jika tersangka tidak memenuhi panggilan penyidik.
KUHAP yang Berlaku Saat Ini
- Siapa yang Berwenang
- Penyidik, Penyidik Pembantu, dan petugas kepolisian berwenang melakukan penangkapan.
- Bukti Permulaan yang Cukup
- Penangkapan dilakukan berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
- Prosedur Penangkapan
-
Surat tugas dan surat perintah penangkapan harus diperlihatkan kepada tersangka, beserta tembusan untuk keluarga.
-
Penangkapan tanpa surat perintah dapat dilakukan dalam kasus tertangkap tangan.
- Masa Penangkapan
- Dapat dilakukan paling lama 1 hari, dengan pengecualian untuk pelanggaran ringan setelah 2 kali panggilan tidak diindahkan.
Draf RKUHAP menghadirkan detail lebih spesifik seputar penangkapan, termasuk mengatur pengecualian, persyaratan bukti, prosedur, serta penghitungan masa penahanan. Sementara KUHAP yang berlaku saat ini cenderung lebih umum dalam pengaturannya.